Dari dulu aku paling benci sekaligus takut dengan kata perkosaan
atau sejenisnya (pencabulan,pelecehan seksual). Kalau sedang melihat
televisi yang menayangkan berita tentang itu, dengan segera kuganti
channelnya daripada aku terbakar emosi memaki pelaku dan menangisi nasib
korban. Begitupun kalau menonton film dan membaca buku. Aku paling
benci jika ada adegan tersebut di dalam cerita. Aku lebih suka sad
ending dengan tokoh utama mati terbunuh, mati karena sakit, bunuh diri,
dirampok dll daripada ada adegan pemerkosaan.
Anehnya, banyak
kejadian pemerkosaan, pelecehan seksual di masyarakat yang jelas-jelas
pihak wanita sebagai korban, entah kenapa sebagian pihak masih
menyalahkan wanita. Yang katanya karena wanita tidak bisa jaga diri,
berpakaian terbuka, tingkah laku mengundang, dsb. Hahahaha…Lucu! Sule
aja kalah lucu dengan pernyataan itu. Yang nggak bisa mengendalikan hawa
nafsu pelakunya, yang nggak punya moral pelakunya, tapi yang disalahkan
adalah korban. Kalau pemerkosaan itu korbannya adalah anak-anak di
bawah umur, sebagian pihak yang memilih korban sebagai pihak yang
bersalah lalu mereka akan menyalahkan siapa? Anak-anak karena jiwa lugu
mereka yang mudah percaya orang lain? Orang tua yang membiarkan anaknya
mengambil hak mereka untuk bermain? Anak-anak karena pakaian mereka yang
menggoda para “kotoran” itu? Pfft!!
Pencabulan/pemerkosaan anak di
bawah umur sama sekali tak termaafkan. Nggak masuk akal, sampai tiap
kali mendengar berita seperti itu ingin rasanya ikut membakar pelakunya
hidup-hidup dan meminjam mantra Harry Potter untuk menghilangkan tragedi
itu di ingatan korban. Mau tak mau kepikiran dengan ponakanku. Saking
khawatirnya, sampai beberapa kali aku wanti-wanti pada kakakkku untuk
benar-benar menjaga malaikat kecilnya. Jangan pernah lengah, jangan
pernah percaya 100% pada saudara, tetangga, kerabat. Gimanapun harus
tetap waspada. Karena dari sekian banyak tragedi pencabulan pada
anak-anak, kebanyakan pelakunya adalah orang yang dekat dengan korban,
orang yang dipercaya keluarga korban.
Dulu waktu SMU, aku pernah
baca buku anak-anak di Gramedia yang aku lupa judulnya, tapi sangat
terkesan dengan isinya. Di situ diceritakan pentingnya anak diberi
pengertian tentang pelecehan dan kejahatan seksual sejak usia sangat
dini. Anak-anak diberi pengertian bahwa jika ada seseorang yang mencium,
menyentuh dan kamu merasa nggak nyaman dengan itu, kamu harus berani
mengatakan tidak. Kalau ada yang tetap melakukannya dan disertai
ancaman, kamu harus berani untuk bercerita pada orang dewasa yang kamu
percaya. Meskipun yang mencium, memeluk, atau memberi sentuhan itu
adalah paman, kakek nenek, kakak, ayah, ibu, tetangga, guru. Jika kamu
merasa nggak nyaman kamu berhak menolak. Memang sasaran paling empuk
bagi para “kotoran” itu adalah anak-anak. Mereka mudah diancam, mudah
dibujuk, mudah dibohongi. Aku sendiri pun pernah mengalami pelecehan di
masa kecil oleh saudara jauh. Memang “cuma sekedar” disentuh di bagian
vital. Tapi yang bagi orang lain “cuma sekedar” itu membekas di
ingatanku, menggerogoti pikiran dan hati (karena terlalu bingung, malu
dan takut untuk bercerita ke orang lain) sampai-sampai dulu waktu kecil
setiap solat aku berdoa agar orang tersebut segera ditimpa musibah.
Rasanya sampai gede pun aku juga masih dendam dan berharap hal yang
buruk-buruk akan menimpanya sebagai karma dari perbuatannya. Meskipun
Alhamdulillah sekarang sudah memaafkan, tetapi nggak akan pernah
melupakan takutnya, jijiknya, tak berdayanya, marahnya. Sahabatku waktu
kecil pun pernah mengalami hal serupa, bedanya pelakunya adalah gurunya
sendiri. Sampai dia akhirnya memutuskan untuk keluar dari sekolah. Aku
yakin, sampai kapanpun kejadian itu nggak akan pernah hilang dari otak
dan hatinya. Nah, apalagi kalau yang sampai berbentuk
pencabulan/pemerkosaan. Pastinya sampai dia menutup mata pun akan tetap
menggerogoti hati pikiran dan jiwanya. Lihat saja cerita di film mystic river atau buku kite runner. Betapa besar efek dari pencabulan terhadap anak-anak.
Aku
membuat note ini cuma ingin berbagi, ingin mengingatkan bagi saudara
dan sahabat yang mempunyai anak kecil, perempuan maupun laki-laki.
Berhati-hatilah. Sebaiknya memang dari awal diberi pengertian tentang
child sexual abuse, tentu disesuaikan dengan usia dan pemahaman si anak.
Karena, kita nggak akan pernah tau siapa yang bisa dipercaya dan yang
tidak. Aku bahkan pernah lihat di Oprah Show yang menayangkan seorang
gadis remaja yang frustasi, karena waktu kecil pernah dilecehkan,
diraba-raba dan disentuh kemaluannya oleh NENEKnya sendiri. Terlihat
nggak masuk akal, tetapi itulah, kita nggak akan pernah tau siapa saja
yang termasuk golongan “kotoran” itu. Tentunya nggak mungkin kalau kita
harus melarang anak-anak kecil itu bermain, berkenalan dengan
orang-orang baru, berinteraksi dengan dunia luar. Juga sedikit orang tua
yang punya kesempatan untuk memantau anak-anaknya 24 jam, karena
keduanya harus bekerja dan memepercayakan pengasuhan anak pada orang
lain atau saudara. Jadi, menurutku memang cara paling tepat selain
waspada dan menjaga agar si anak tetap berada di zona aman tanpa
kehilangan waktu bermain dan kebebasannya adalah dengan memberi
pengertian kepada si anak tentang pelecehan seksual. Semoga saja bisa
menghindari terjadinya child sexual abuse sekecil apapun bentuknya.
Btw, katanya fitnah lebih kejam dari pembunuhan. Tapi pemerkosaan jelas lebih kejam
dari keduanya. Di situ ada penghinaan, perampokan, pencurian,
pelecehan, pembunuhan, penganiayaan, perampasan masa depan. Menurut aku,
entah itu pedofil, orang sakit jiwa, pemerkosa wanita, sejenis robot
gedek, atau apapunlah, yang jelas mereka lebih hina dari kotoran dan
sebaiknya bukan cuma hukuman jeruji yang mereka dapatkan, tapi juga
dikebiri. Dipotong jari-jari tangannya, di “gepruk” alat kelaminnya agar
nggak bisa melakukan hal-hal hina lagi, setelah itu, masukkan ke
tahanan dengan hukuman seumur hidup, satu sel dengan para psikopat atau
sesama “kotoran”. mantaB!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar