Sebelum Kanzie
lahir, saya selalu berpikir bahwa menyusui itu mudah. Asalkan saya niat
menyusui, pasti ASI akan keluar dengan derasnya. Apalagi banyak buku yang saya baca
mengatakan bahwa setiap Ibu pasti bisa menyusui. Nyatanya? Saya kesulitan
menyusui Kanzie di hari pertama dia lahir sampai kira-kira Kanzie berusia 1,5
bulan. Saya menyusui dia berjam-jam pun, dia masih menangis kelaparan. Diperah cuma
bisa basahin corong pompa. Saya stress berat, gabungan antara ekspektasi yang
terlalu tinggi, penyesuaian merawat anak untuk pertama kalinya hanya berdua
suami dan pertanyaan orang “kok ASI belum bancar?” Dan saya baru menyadari,
justru karena saya merasa bersalah dan terlalu mikir bagaimana caranya ASI saya
deras, malah justru tanpa sadari itu yang menjadi pemicu seretnya ASI saya. Berapapun
pil pelancar ASI yang saya minum, sejumlah botol jamu gejah, segebok daun
katuk, berpuluh gelas susu kedelai dan air kacang hijau, kalau saya masih
stress, tetap ASI saya nggak akan lancar. Dan stresnya justru karena ASI nggak lancar.
Ironis kan?
Akhirnya gimana?
Ya Kanzie sih bisa saya susuin sampai 2 tahun. Tapi saya nggak mau melewati
kesutrisan itu lagi, jadi sebelum Dirga lahir selain menyiapkan segala
peralatan menyusui ada hal lain yang saya persiapkan, yaitu mental saya.
Seandainya ASI saya nggak lancar, saya kudu legowo. Usaha itu perlu, tapi gimanapun
pasrah terhadap kuasa Tuhan juga penting kan.
14 September 2013,
tiba kelahiran si bungsu, Dirga Danendra. Nah sebelum lahir ini, ada drama. Tiga
hari sebelum lahir, pulang dari kontrol kandungan, si kakak diare dan muntah
sampai akhirnya dini hari kami bawa ke UGD dan dirawat disana. Sampai sehari
sebelum Dirga lahir, Kanzie pulang dengan kondisi yang masih lemah. Dan malam
sebelum lahiran, di rumah saya diare dan muntah. Ketularan rupanya. Pagi, saya
berangkat operasi, dan sebelum masuk meja operasi pun masih muntah dan diare.
Bahkan di meja operasi pun diare. Ahahaha…maap ya dokter Imam tercintaaah. Pasiennya
jorok iniih. Selesai operasi, saya masih diare hebat sampai puluhan kali, malamnya
diinfus dobel dan diinjeksi obat biar nggak sampai dehidrasi. Ketambahan,
laporan dari rumah Kanzie masih lemes dan nggak mau makan, meski sudah nggak
muntah dan diare. Besok paginya, Kanzie dibawa lagi ke RS, kali ini yang sama
dengan tempat saya melahirkan. Cerita suami, pas antri dokter, mereka didatangi
suster, langsung disuruh ke IGD karena kondisi Kanzie lemas. Keputusannya harus
dirawat lagi, kartena hasil tesnya menunjukkan positif DBD.
Ketika saya dikabari,
kondisi masih lemas. Bukan karena operasi sih, tapi karena diare dan badan
panas karena dehidrasi. Kepikiran Kanzie banget juga. Dan waktu itu di kamar
nggak ada yang nemenin, karena suami juga bingung Kanzie kan. Harusnya dengan
kondisi sutris begitu, ASI justru seret kan. Anehnya, kok malah lancar ya. Saya
jujur waktu itu nggak begitu mikirin gimana kalo nggak lancar. Yang penting susuin
aja. Saking lancarnya, 10 menit nyusuin si Dirga udah terlelap kekenyangan.