26.10.15

Menyusui Dirga



Sebelum Kanzie lahir, saya selalu berpikir bahwa menyusui itu mudah. Asalkan saya niat menyusui, pasti ASI akan keluar dengan derasnya. Apalagi banyak buku yang saya baca mengatakan bahwa setiap Ibu pasti bisa menyusui. Nyatanya? Saya kesulitan menyusui Kanzie di hari pertama dia lahir sampai kira-kira Kanzie berusia 1,5 bulan. Saya menyusui dia berjam-jam pun, dia masih menangis kelaparan. Diperah cuma bisa basahin corong pompa. Saya stress berat, gabungan antara ekspektasi yang terlalu tinggi, penyesuaian merawat anak untuk pertama kalinya hanya berdua suami dan pertanyaan orang “kok ASI belum bancar?” Dan saya baru menyadari, justru karena saya merasa bersalah dan terlalu mikir bagaimana caranya ASI saya deras, malah justru tanpa sadari itu yang menjadi pemicu seretnya ASI saya. Berapapun pil pelancar ASI yang saya minum, sejumlah botol jamu gejah, segebok daun katuk, berpuluh gelas susu kedelai dan air kacang hijau, kalau saya masih stress, tetap ASI saya nggak akan lancar. Dan stresnya justru karena ASI nggak lancar. Ironis kan?
Akhirnya gimana? Ya Kanzie sih bisa saya susuin sampai 2 tahun. Tapi saya nggak mau melewati kesutrisan itu lagi, jadi sebelum Dirga lahir selain menyiapkan segala peralatan menyusui ada hal lain yang saya persiapkan, yaitu mental saya. Seandainya ASI saya nggak lancar, saya kudu legowo. Usaha itu perlu, tapi gimanapun pasrah terhadap kuasa Tuhan juga penting kan.
14 September 2013, tiba kelahiran si bungsu, Dirga Danendra. Nah sebelum lahir ini, ada drama. Tiga hari sebelum lahir, pulang dari kontrol kandungan, si kakak diare dan muntah sampai akhirnya dini hari kami bawa ke UGD dan dirawat disana. Sampai sehari sebelum Dirga lahir, Kanzie pulang dengan kondisi yang masih lemah. Dan malam sebelum lahiran, di rumah saya diare dan muntah. Ketularan rupanya. Pagi, saya berangkat operasi, dan sebelum masuk meja operasi pun masih muntah dan diare. Bahkan di meja operasi pun diare. Ahahaha…maap ya dokter Imam tercintaaah. Pasiennya jorok iniih. Selesai operasi, saya masih diare hebat sampai puluhan kali, malamnya diinfus dobel dan diinjeksi obat biar nggak sampai dehidrasi. Ketambahan, laporan dari rumah Kanzie masih lemes dan nggak mau makan, meski sudah nggak muntah dan diare. Besok paginya, Kanzie dibawa lagi ke RS, kali ini yang sama dengan tempat saya melahirkan. Cerita suami, pas antri dokter, mereka didatangi suster, langsung disuruh ke IGD karena kondisi Kanzie lemas. Keputusannya harus dirawat lagi, kartena hasil tesnya menunjukkan positif DBD.
Ketika saya dikabari, kondisi masih lemas. Bukan karena operasi sih, tapi karena diare dan badan panas karena dehidrasi. Kepikiran Kanzie banget juga. Dan waktu itu di kamar nggak ada yang nemenin, karena suami juga bingung Kanzie kan. Harusnya dengan kondisi sutris begitu, ASI justru seret kan. Anehnya, kok malah lancar ya. Saya jujur waktu itu nggak begitu mikirin gimana kalo nggak lancar. Yang penting susuin aja. Saking lancarnya, 10 menit nyusuin si Dirga udah terlelap kekenyangan. 

Setelah di rumah, dengan kondisi Kanzie yang super manja karena habis sakit, dimudahkan Allah nyusuin Dirga cuma 10-15 menit, langsung pules untuk jangka waktu yang lama. Ketika masuk kantor pun begitu. Sekali perah bisa 200 ml, hal yang hanya bisa jadi impian kala waktu nyusuin Kanzie. Sampai akhirnya saya bisa menyusui Dirga tanpa bantuan susu tambahan sampai 13 bulan. Dan sampai 2 tahun lebih ini, bisa dibilang jalannya mudah tanpa drama. Selow, santai persis kayak si Kodir Waluyo. Ketika itu saya baru sadar sesadar-sadarnya kalo pikiran hepi berimbas ke ASI deras itu ya ketika Dirga ini. Contohnya ketika stok ASIP menipis, saya kepikiran, eh justru ASI saya malah berkurang. Padahal justru lagi butuh nyetok ASIP kan. Tapi ketika stok banyak, ASI malah deras, karena nggak kepikiran itu tadi. Pernah juga, sama temen istirahat jalan ke MOG. Kita habis dapat bonus, trus beli celana yang udah dipengenin. Hepi kan, eh tau-tau nrembes ASI. Atau pulang kantor, dicium-cium Dirga, tau tau ASI ngembeng. Hahaha…
Ohya, ketika menyusui Dirga ini, ada satu orang penyemangat dan panutan saya. Sahabat saya, ada yang menyusui bayinya, pulang pergi Malang Surabaya setiap hari. Waktu sebelum masa cuti habis, dia udah menghasilkan ratusan botol ASIP. Dia, setiap hari, subuh berangkat, berhenti di terminal Bungur, habis itu naik motor ke kantornya. Pulang pun sama, hanya bedanya dengan membawa berbotol-botol ASIP untuk anaknya. Nyampe rumah malam, nggak sempat ngapa-ngapain, langsung menyusui anaknya. Belum terhitung ketika musim hujan, ketika macet ada truk kecelakaan, atau pernah dia cerita kehujanan sampai Bungur, di dalam bis menuju Malang,dia kedinginan karena baju basah, pas dijemput ASIPnya tumpah. Itu dilakukan setiap hari sampai anaknya hampir dua tahun. Gila kan? Lebih gilanya lagi, dia biasa aja tuh dengan kondisi seperti itu. Kalo saya mungkin bisa lebay drama dan menyerah nggak kuat ya. Jadi, ketika saya lagi males pulang istirahat, tinggal inget perjuangan sahabat saya yang gahar ini, kemalasan saya bak setitik debu. Jadi semangat, malu sama perjuangan dia yang luar biasa. Makasih ya sayangku Cita :*

Sekarang, Dirga udah 2 tahun lebih 1 bulanan dan sedang dalam proses disapih. Kemarin-kemarin, kalo ada temen yang nanya gimana biar bisa nyusuin biar lancar, saya selalu bilang pikiran harus santai. Usaha dan keras kepala itu perlu. Asli lo, keras kepala dibutuhin banget. Kalo nggak keras kepala, mungkin sahabat saya juga udah nyerah. Ngapain kan bolak balik PP Surabaya Malang, dengan resiko bingung puting, capek badan, stress juga iya, duit juga keluar banyak demi PP, “hanya” demi nyusuin. Tinggal kasih sufor sama aja beres kan. Lebih hemat dan praktis kalo dalam kasusnya dia. Kalo nggak keras kepala, mungkin dengan ASI saya yang seret pas jaman Kanzie, saya nenenin paling sampai 3 bulan aja. Dan banyak contoh Ibu-ibu lain yang juga “keras kepala”. Iya, emang kudu ngotot, kudu tetep usaha, tapi selebihnya santai aja. Belum lancar ya tambahin susu formula. Nggak dosa kok, nggak berbahaya juga kan. Tetep aja berbekal niat menyusui karena untuk kebaikan anak kita, karena kewajiban kita juga. Usaha ekstra keras dan doa. Selebihnya serahkan sama Yang Di Atas. Dan kalaupun tidak bisa meyusui karena ASI tidak keluar, atau karena keadaan atau karena hal lain, ya sudah nikmati aja. Kewajiban dan fitrah kita jadi Ibu nggak cuma terbatas menyusui kan. Kasih sayang kita juga nggak bisa diukur dengan kita memberi ASI atau enggak. Yang terpenting anak - anak sehat bahagia. Nggak usah sedih berkepanjangan karena nggak menyusui, takut bukan Ibu yang baik dll. Yang paling berhak menilai kita ibu yang baik atau buruk hanyalah anak kita. Mungkin tidak sekarang, karena dia belum mengerti. Mungkin tidak di waktu remaja ketika egonya lebih banyak berbicara. Tapi suatu saat dia akan tau bahwa orangtuanya selalu berusaha menjadi orangtua yang baik untuknya. Pasti tidak sempurna, tapi selalu mengusahakan yang terbaik.
Selamat berjuang menyusui Ibu-ibu hebat nan gahar di luar sana. Selamat berjuang menyusui anak kedua ya sayangku Cita. InsyaAllah lancar dan diberi kemudahan ya. Selamat menjalani masa penyapihan Dirga Danendra Kodir Waluyo. Tetep sehat dan jangan berkurang keceriaanmu yaaa…

PS: Kemarin nangis depan suami, gara-gara inget masa nenenin Dirga. Kalau sama Allah dikasih rejekinya ini adalah anak terakhir, berarti ini terakhir kali saya menyusui. Meweklah sang ibu lebay ini.
Tapi abis mewek besoknya inget kalo selama 4,5 tahun menyusui 2 bocah ini, akhirnya bisa tidur telentang bebasassss…nggak encoken, tengengen lagiii. Hepi dong ya. Eh, trus inget lagi kalo udah nggak nenenin tapi napsu makan masih gragas begini, yang ada semua badhokan itu bukan lari ke ASI tapi lari ke perut dan sekitarnya. Huahahahaha…ini galau ga mutuuu. 



2 komentar:

  1. Sangarrr lu Fan...
    baca blogmu jadi semangaaaatttt untuk jadi PEJUANG ASI ^_^
    thanks ya.... muah muah

    BalasHapus