2.1.10

Beda = mbois


Nggak sengaja ketika duduk di sebuah halte, ada seorang gadis dan jejaka sedang terlibat argumentasi. Dari pembicaraan merekea, rupanya mereka adalah sepasang kekasih. Aku mencoba menguping pembicaraan mereka berikut:


Si gadis: ‘aku sudah capek menjalani ini semua. Kita sangat berbeda, lebih baik kita jalani   hidup sendiri-sendiri’
Sang jejaka:     ‘jadi, alasanmu hanya karena kita berbeda?’
Si gadis:          hanya? Bukankah itu segalanya?’
Sang jejaka:     Dengar, resapi dan pertimbangkan penjelasanku ini. Jangan hanya dengarkan dengan telinga tapi juga hatimu. Dari awal kita sudah berbeda. Kamu wanita dan aku pria. Kalau kamu pria, aku juga nggak bakalan suka sama kamu. Kamu suka bercerita aku tidak. Kalu kita sama-sama suka bicara, kapan kita saling mendengar? Kamu suka kuning telor aku suka putih telor. Kalu kita sama-sama suka kuning telor, siapa yang mau makan putihnya? Kamu suka musik campursari, aku suka dangdut. Kalau kita sama-sama suka campur sari kita nggak akan tau kalu dangdut itu enak dan ridho roma lebih sexy dari didi kempot (lho?). kamu emosional dan aku penyabar. Kalau kita sama-sama emosional, masalah tidak akan selesai2. atau kalau kita sama2 penyabar, mungkin nggak ada gregetnya hidup kita. Kamu suka daging ayam, aku suka tulangnya. Kalu kita berdua sama2 suka tulang bisa2 orang megira kita sepasang kekasih berkaki 4. Kalau mau disebutkan satu persatu, sampai bis terakhir pun nggak bakal selesai. Kalau masih berpikir perbedaan membuat jarak, justru pola pikir kita itu yang membuat jarak. Selama masih ada keinginan dan usaha untuk menerima perbedaan aku rasa bakal asik2 aja. Toh, contohnya kita bisa hidup dengan saudara kita yang banyak sekali perbedaan dengan kita, karena kita nggak mikirin perbedaan itu dan kita belajar menerima sekaligus adaptasi dengan perbedaan yang ada. Tolong.. tolong pikir lagi baik2 ..*dengan suara sarat emosi*
Aku (cameo): *berkaca-kaca dan manggut2 setuju*
Si gadis: ‘iya..aku setuju sama kamu…’ *wajah tertunduk dan memainkan jari tangan* ‘Aku setuju..kalau ridho roma lebih hot dari didi kempot!!’ *berseru dengan suara lantang*
Sang jejaka: *melongo lalu terjengkang dari kursi halte*
Aku (cameo) : *ikut terjengkang dari kursi halte*

Dengan demikian berakhirlah pembicaraan si gadis dan jejaka itu dengan skor 2- 0 untuk ridho roma. Dan aku pulang dengan 2 kesimpulan di kepala: 1. perbedaan itu nggak masalah selama kita nggak mempermasalahkannya. 2. mereka berdua sudah buta, karena yang hot itu bukan ridho roma, tapi roma irama..!!!

1 komentar: