Bisa dibilang kalo saya dan suami itu adalah dua kepribadian
yang berbeda, bahkan bertolak belakang. Persamaan di antara kami ya cuma
sama-sama menggilai seonggok makhluk kecil bernama Kanzie Kanigara dan dada
crispy KFC. Selebihnya? Jauuhh..
Ini saya (kami) sadari sejak pacaran dulu, dan semakin lama
semakin terlihat perbedaannya. Pertama soal hobi dan selera. Saya tidak bisa
hidup tanpa buku, sedangkan suami saya justru alergi buku. Suami saya suka
sekali ke toko elektronik, komputer dan sejenisnya. Saya, bisa mati kebosanan kalau
di sana. Saya suka sekali nonton film dengan genre drama romantis, drama komedi.
Semakin banyak adegan nangis, semakin banyak drama, semakin saya suka. Sedangkan
suami nggak hobi nonton, dan kalaupun iya, filmnya pun film komedi (murni komedi, tanpa drama) dan
action. Dia nggak habis pikir kenapa ada orang (baca: istrinya) nonton yang
jelas-jelas CUMA film tapi tetep nangis. Sama halnya dengan saya yang nggak
habis pikir kenapa ada orang mau repot-repot liat pan*a* orang yang lagi balap
motor, padahal yang keliatan cuma sekelebatan motor lewat. Teman-teman kami pun
kebanyakan berbeda. Ya gimana enggak, kami nggak pernah yang namanya satu
sekolah atau satu tempat kerja. Selera musik jelas berbeda, begitu pun soal
makanan dan seribu hal lainnya.
Itu masih soal selera dan hobi. Belum soal sifat. Beuh,
jangan ditanya. Jauh berbeda kayak dua kutub magnet. Saya itu orangnya emosional
dan ekspresif. Jadi kalau nggak suka, atau lagi bete bakal langsung terlihat.
Begitupun kalau sedang hepi, mudah mengekpresikannya. Sedangkan suami adalah penganut
aliran lempeng.com. Sebete apapun, semarah apapun, seseneng apapun, ya jarang banget
terlihat nyata di ekspresinya. Contoh mudahnya, ketika suami membawakan coklat
saya bisa melonjak kesenangan, mencium bertubi-tubi dan memuji suami yang paling
baik sedunia. Sebaliknya kalau suami melupakan tanggal anniversary, saya bisa
ngambek, dan ujung-ujungnya nanya “kamu udah nggak cinta ya?”. Kalau suami, saya
belikan coklat ya langsung aja dimakan tanpa ba bi bu dan kalaupun saya
melupakan anniversary seperti tahun kemarin dia cuma akan bilang nggak papa,
padahal dia sudah beli tart untuk merayakannya.
Solusinya apa? Ya kompromi, apa lagi? Misal, kalo suami suka
ke toko komputer dan saya suka ke toko buku, ya solusinya habis dari toko buku,
kita ke toko komputer. Biar bisa tetep sama-sama. Mosok ya gara-gara nggak suka
jadinya pergi sendiri-sendiri, kan lucu. Di toko buku dia yang bagian jaga
kanzie, begitupun kalo lagi di toko komputer. Atau suami nggak suka nonton film.
Ya saya nonton di dvd, pas dia lagi tidur atau lagi ngebengkel. Atau misal saya
pengen nonton TestPack, film yang jelas-jelas drama dan jelas-jelas dia nggak
suka. Dan saya pengennya nonton sama suami, bukan yang lain. Ya minta temenin
suami dengan jalan beliin cemilan kesukaan dia. Kayak dulu jaman awal nikah,
suami masih suka maen PS di rumah sama temen-temennya. Ya istrinya ini disogok
camilan seabrek dan buku novel baru.
Kalau kompromi soal selera, hobi sih gampang ya. Yang sulit justru kompromi
soal sifat masing-masing. Seharusnya sih
seperti di film-film itu ya. Justru berbeda itu saling melengkapi. Complete each
other istilah kerennya. Tapi justru proses melengkapi itulah yang susah, karena
di situ butuh kompromi, menekan ego, dan pengertian. Kompromi itu kuncinya
emang. Tapi ya Masya Alloh angele luarrr biasa. Tapi semakin ke sini kami makin
sadar bahwa maksudnya kami berdua ini dipasangkan ya mungkin karena ini. Mungkin aja, biar kami bisa memperbaiki diri
kami masing-masing jadi yang lebih baik. Suami biar belajar lebih sensitif, perduli
dan peka. Begitupun saya dituntut untuk nggak sesensitif itu, bisa sabar, dan
kadang ada hal-hal yang nggak perlu saya pikirin.
Dan juga biar membesarkan Kanzie jadi seimbang kali ya. Contoh
gampangnya karena sabar, ya suami memang paling pas nemenin Kanzie kalo lagi
rewel atau ngajarin Kanzie naik sepeda. Dan karena ekspresif, sayalah yang kebagian
mendongeng untuk Kanzie atau joget-joget nggilani ngikutin lagu. Tapi untuk
parenting apa yang akan kami jalankan buat Kanzie sih saat ini lebih banyak
sepakatnya. Fiuh, Alhamdulilah. Kalo nggak bisa sering pring pecah kayaknya J.
Dan juga, karena beda itulah suami jadi tau bahwa Edward Cullen
itu bukan hanya sekedar vampir wedakan mbeluk, tapi juga pria yang romantis *kode
Bi,kode..*, dan saya juga jadi tau bahwa kalau suami lagi ngomongin Bautista
itu berarti Alvaro Bautista, bukan Christian Bautista yang sudah nggak
terkenal itu.
Semoga saja, jodoh kami panjaaaang, selamanya, sehingga kami
tetap akan terus berkompromi. Amiinn
PS: Selamat ulang tahun perkawinan yg ke 3 Bi ;)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar