24.9.12

Ibu Perah



Akhirnya nggak terasa sudah hampir 1,5 tahun jadi ibu perah bagi kanzie. Nggak terasa? wuekk bohong banget. Sangat terasa lebih tepatnya. Kalo disuruh menyusui kanzie langsung, jangan ditanya. Dimanapun, kapanpun siap. Lha wong tinggal buka aurat. Bagi saya menyusui kanzie adalah hal yang paling menyenangkan. Sambil liat matanya, elus-elus kepalanya, dan memang bonding yang paling kuat ya pada waktu itu. Lain halnya dengan memerah. Udah nggak liat anaknya, hanya ditemani oleh suara bising pompa, dan rasanya jauuh lebih menyenangkan disedot kanzie dan bapaknya daripada disedot pompa. Belum lagi  kalo stok ASIP lagi menipis, tapi di kantor kerjaan sedang over load dan tegangan tinggi dengan atasan. Kombinasi yang pas yang justru menghasilkan pompaan yang lebih sedikit dari biasanya. Semakin stres karena stok ASIP di rumah, justru semakin dikit hasil perahnya. Jadi, kalau ditanya gimana rasanya jadi ibu perah? Jujur, bagi saya rasanya membosankan. hahahaa..
Setahun pertama masih semangat membara. Apalagi 6 bulan pertama. Meski pake pompa manual, tapi semangat bak batrei energizer. 6 bulan selanjutnya, daripada tangan manol, memilih pompa elektronik. Lumayanlah,  setidaknya 1 tangan pegang pompa, 1 tangan lagi browsing internet. Jadi setengah jam mompa nggak begitu terasa. Itu semangat saya ketika kanzie belum setahun. Begitu menginjak setahun, dan dia tidak ada masalah dengan susu UHT, mulailah rasa malas menyerang. Apalagi kalau kerjaan lagi banyak, atau lagi sering rapat di luar kantor yang mengakibatkan nggak ada fasilitas ruang menyusui yang memadai. Alasannya ya karena ASIP bisa digantiin UHT, toh kalau saya di rumah, selalu menyusui langsung. Yah, itulah pembenaran ibu pemalas seperti saya.
Suka duka menjadi ibu perah bagi kanzie apa ya. Dukanya ya karena di kantor atasan saya tidak mendukung, Tidak juga ada ruangan menyusui, dan tidak ada teman seperjuangan. Pimpinan saya, seorang ibu bercucu, pernah bertanya ketika saya sedang mau memerah. “Mbak fanie masih memerah? Memang sehari masih bisa produksi berapa? Pasti sudah berkurang ASInya. Kan sudah besar, ya harus dilatih pake susu tambahan mbak”. Atau “lho, masih memerah juga? Bukannya anaknya udah besar?”. Ada juga rekan sekantor yang bilang: “enak ya mbak, anakmu murah, nggak usah beliin susu”. Atau “Ha?? masih merah juga? Lumayan ya, daripada beliin susu mending Ibunya beli baju”. Beda tipis memang orang yang jago mengkritik hidupnya orang lain dan orang yang nggak berwawasan.  Memerah di kamar mandi juga terpaksa beberapa kali dilakukan karena waktu rapat di luar kantor nggak ada ruangan. Dan rasanya menyebalkan memerah sambil duduk di kloset ditemani pemandangan sikat WC dan suara orang di luar kamar mandi “duh, kok lama sih ngapain aja di dalam, cepetan dong mbak”.  Belum lagi kalau lagi musim mati lampu. Wow, pengen rasanya mencetak struk pembayaran listrik ukuran baliho dan ditempel di depan rumah, saking sumpeknya. Pernah suami tengah malam mengantar ASIP ke rumah ibu, karena di rumah sudah 6 jam mati lampu. Atau hampir nitipin ASIP ke freezer supremarket deket rumah karena sudah 7 jam mati lampu. Kalau inget ini, pengen rasanya mempromosikan belanja di Smesco Mart, karena cuma di sini yang mengijinkan nitipin ASIP di bwah tumpukan ice cream, sedangkan di Indomart dan Alfa Mart ditolak mentah-mentah.
Itu kendalanya, tapi setidaknya kondisinya masih enak, karena di ruangan saya hanya ada dua orang teman wanita, ada pompa dan nursing cover hadiah dari sahabat saya. Jadilah cuma bermodal kunci pintu, nursing cover, memompalah saya dengan disambi browsing. Bah, kalo ada internet, nggak butuh yang namanya temen perjuangan memerah :p. Dan positifnya ternyata dengan setiap hari membawa printilan cooler bag, buru-buru pulang ketika istirahat demi nyusuin bocah, mengunci pintu atau bahkan ijin sebentar di kala rapat karena “alarm” memerah sudah berteriak, bisa jadi ajang “kampanye ASI” bagi saya. Tanpa banyak cingcong, tanpa menjudge ibu-ibu yang nggak menyusui, tanpa menjudge anak yang nggak ASI pasti sakit-sakitan, tanpa menjuluki anak sapi, tanpa memaki-maki produsen sufor, ternyata dengan apa yang saya lakuin tiap hari banyak rekan kerja, dosen, bahkan mahasiswa bertanya tentang ASI, penyimpanan, manajemen dan pemberian ASIP. Sekarang Alhamdulillah, banyak yang terpengaruh sehingga sekarang sudah tidak asing di kantor saya ada yang mindik-mindik mengunci pintu lalu memerah ASI.
Saya sendiri salut luar biasa kepada ibu bekerja yang tetep rajin memerah meski bocahnya sudah 1 tahun lebih. Itu sungguh butuh kemauan yang kuat. Kalo saya? Sekarang lebih memilih istirahat pulang ke rumah nyusuin kanzie langsung daripada memerah J. Terutama salut bagi ibu-ibu yang tidak bisa menyusui langsung sama sekali, tapi terus memberikan hasil perahannya (Exclusive pumping) sampai 2 tahun. Itu luar biasa. Kalo saya mungkin sudah tepar di tengah jalan :)
Tapi…perjuangan tinggal ¼ jalan. Sayang, kalo sebelum dua tahun tiba-tiba ASI berkurang karena saya jarang memompa. Jadi sekarang sedang sering baca-baca cerita ibu-ibu yang masih setia jadi ibu perah sampai 2 tahun lebih, ibu-ibu yang berjuang excluxive pumping, biar semangat membara lagi, biar rajin memompa lagi. Atau, memilih berdoa dan minum booster ASI sebelum berangkat kerja aja ya? Biar tetep lancar meski nggak memerah. Opsi kedua lebih menggoda kayaknya. Huahaha, jangan diitiru ya ibu-ibu. Teteap semangat memerah hingga tetes terakhir khir..khir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar