Akhirnya nggak terasa sudah hampir 1,5 tahun jadi ibu perah bagi
kanzie. Nggak terasa? wuekk bohong
banget. Sangat terasa lebih tepatnya. Kalo disuruh menyusui kanzie
langsung, jangan ditanya. Dimanapun, kapanpun siap. Lha wong tinggal buka
aurat. Bagi saya menyusui kanzie adalah hal yang paling menyenangkan. Sambil liat
matanya, elus-elus kepalanya, dan memang bonding yang paling kuat ya pada waktu
itu. Lain halnya dengan memerah. Udah nggak liat anaknya, hanya ditemani oleh suara bising pompa, dan rasanya jauuh lebih
menyenangkan disedot kanzie dan bapaknya daripada disedot pompa. Belum
lagi kalo stok ASIP lagi menipis, tapi
di kantor kerjaan sedang over load dan tegangan tinggi dengan atasan. Kombinasi
yang pas yang justru menghasilkan pompaan yang lebih sedikit dari biasanya.
Semakin stres karena stok ASIP di rumah, justru semakin dikit hasil perahnya. Jadi,
kalau ditanya gimana
rasanya jadi ibu perah? Jujur, bagi saya rasanya membosankan. hahahaa..
Suka duka menjadi ibu perah bagi kanzie apa ya. Dukanya
ya karena di
kantor atasan saya tidak mendukung, Tidak juga
ada ruangan menyusui, dan tidak ada teman seperjuangan. Pimpinan saya, seorang ibu bercucu, pernah bertanya
ketika saya sedang mau memerah. “Mbak fanie masih memerah? Memang sehari masih bisa
produksi berapa? Pasti sudah berkurang ASInya. Kan sudah besar, ya harus
dilatih pake susu tambahan mbak”. Atau “lho, masih memerah juga? Bukannya
anaknya udah besar?”. Ada juga rekan sekantor yang bilang: “enak ya mbak,
anakmu murah, nggak usah beliin susu”. Atau “Ha?? masih merah juga? Lumayan ya,
daripada beliin susu mending Ibunya beli baju”. Beda tipis memang orang yang jago
mengkritik hidupnya orang lain dan orang yang nggak berwawasan. Memerah di kamar mandi juga terpaksa beberapa
kali dilakukan karena waktu rapat di luar kantor nggak ada ruangan. Dan rasanya
menyebalkan memerah sambil duduk di kloset ditemani pemandangan sikat WC dan
suara orang di luar kamar mandi “duh, kok lama sih ngapain aja di dalam,
cepetan dong mbak”. Belum lagi kalau
lagi musim mati lampu. Wow, pengen rasanya mencetak struk pembayaran listrik
ukuran baliho dan ditempel di depan rumah, saking sumpeknya. Pernah suami
tengah malam mengantar ASIP ke rumah ibu, karena di rumah sudah 6 jam mati
lampu. Atau hampir nitipin ASIP ke freezer supremarket deket rumah karena sudah
7 jam mati lampu. Kalau inget ini, pengen rasanya mempromosikan belanja di
Smesco Mart, karena cuma di sini yang mengijinkan nitipin ASIP di bwah tumpukan
ice cream, sedangkan di Indomart dan Alfa Mart ditolak mentah-mentah.
Itu kendalanya, tapi setidaknya kondisinya masih enak, karena di ruangan
saya hanya ada dua
orang teman wanita, ada pompa dan nursing cover hadiah dari sahabat saya. Jadilah cuma bermodal kunci pintu,
nursing cover, memompalah saya dengan disambi
browsing. Bah, kalo ada internet,
nggak butuh yang namanya temen perjuangan memerah :p. Dan positifnya ternyata dengan setiap hari membawa
printilan cooler bag, buru-buru pulang ketika istirahat demi nyusuin bocah,
mengunci pintu atau bahkan ijin sebentar di kala rapat karena “alarm” memerah
sudah berteriak, bisa jadi ajang “kampanye ASI” bagi saya. Tanpa banyak
cingcong, tanpa menjudge ibu-ibu yang nggak menyusui, tanpa menjudge anak yang
nggak ASI pasti sakit-sakitan, tanpa menjuluki anak sapi, tanpa memaki-maki
produsen sufor, ternyata dengan apa yang saya lakuin tiap hari banyak rekan
kerja, dosen, bahkan mahasiswa bertanya tentang ASI, penyimpanan, manajemen dan
pemberian ASIP. Sekarang Alhamdulillah, banyak yang terpengaruh sehingga
sekarang sudah tidak asing di kantor saya ada yang mindik-mindik mengunci
pintu lalu memerah ASI.
Saya sendiri salut luar biasa kepada ibu bekerja yang tetep rajin memerah meski bocahnya sudah 1 tahun lebih. Itu sungguh butuh kemauan yang kuat. Kalo
saya? Sekarang lebih memilih
istirahat pulang ke
rumah nyusuin
kanzie langsung daripada memerah J. Terutama
salut bagi ibu-ibu yang tidak bisa menyusui langsung sama sekali, tapi terus memberikan
hasil perahannya (Exclusive pumping) sampai 2 tahun. Itu luar biasa. Kalo saya
mungkin sudah tepar di tengah jalan :)
Tapi…perjuangan tinggal ¼ jalan. Sayang, kalo
sebelum dua tahun tiba-tiba
ASI
berkurang karena saya jarang memompa. Jadi sekarang sedang sering baca-baca cerita ibu-ibu
yang masih setia jadi ibu perah sampai 2 tahun lebih, ibu-ibu yang berjuang
excluxive pumping, biar semangat membara lagi, biar rajin memompa lagi. Atau,
memilih berdoa dan minum booster ASI sebelum berangkat kerja aja ya? Biar tetep
lancar meski nggak memerah. Opsi kedua lebih menggoda kayaknya. Huahaha, jangan
diitiru ya ibu-ibu. Teteap semangat memerah hingga tetes terakhir khir..khir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar